“Syifa, Syifa kamu dimana nak?” terdengar suara Umi dari
halaman depan memanggilku, ada apa ya?
“Tok Tok” ada yg mengetuk pintu kamarku,
“Ayo cepat kita sambut Para Da’i yg akan tinggal satu minggu disini untuk pelatihan dan membantu mengajar santri di tempat
kamu kerja” suara Abi dari depan kamar
“Iya Abi” sahutku pelan
“Lo Kok suaramu gak semangat gitu?” Abi
melanjutkan!
“Ini sedang siap siap Abi” sepertinya Abi tau kalau
aku malas menyamb
ut mereka, sebenarnya bukan malas sih, tapi aku
takut. Takut ga bisa mengontrol diri, dan pandangan ini harus kujaga juga dari
mereka. Tapi yah mau bagaimana lagi. Mereka pelatihannya di tempat aku
mengajar, nanti mereka juga akan bekerja denganku disana, mau ga mau harus
kenal juga kan. Bismillah. Ya Allah semoga Hamba tidak menjadi fitnah bagi
mereka nantinya selama kami bekerja sama.
Setelah berjalan beberapa meter sampailah kami di
Sekolah tempat aku bekerja, mereka disambut di sana, Semua pihak yg berkaitan
dengan MTs Negeri Al-Muttaqin datang menyambut mereka, tak terkecuali aku.
Mereka datang berlima, ditemani Pembimbing mereka.
“Selamat datang di Sekolah kami, MTs Negeri
Al-Muttaqin” Pak H. Saiful membuka percakapan sekaligus sambutan untuk mereka.
Beliau adalah kepala sekolah disini. Selama beliau menyampaikan pembukaannya,
aku hanya menunduk saja sambil mendengarkan beliau, karna aku ga tau harus
bersikap seperti apa, memerhatikan wajah mereka satu persatu kan ga mungkin,
mengobrol dengan akhwat yg lain? Juga ga mungkin, karna mereka juga menunduk
dan hanya memperhatikan beliau.
“Saya persilahkan teman teman dari Pesantren Nurul
Musthofa untuk memperkenalkan diri masing masing” Lanjut beliau setelah
memberikan kata sambutan.
Merekapun memperkenalkan diri satu persatu dan
mataku mengikuti setiap suara dari mereka dan aku menunduk lagi, dan tibalah
giliran kami memperkenalkan diri.
Setelah perkenalan selesai, Kepala sekolah lagu
menugaskan 5 orang staf sekolah untuk mendampingi mereka. Aku berdoa semoga
namaku tidak disebut.
“Syifa, Kamu akan menemani Nabil bertugas selama
seminggu ia berada disini” Ternyata, namaku yg disebut pertama kali.
“Iya Pak” Jawabku singkat.
Lalu beliau menugaskan staf yg lain untuk
mendampingi yg lainnya.
“Teman teman dari Pesantren Nurul Musthofa akan
tinggal di Aula Kantor Kepala Desa, sy sudah meminta izin, Alhamdulillah tidak
ada kegiatan seminggu ke depan di Aula dan Beliau mengiyakan. Kami harapkan
kehadiran teman teman disini bisa membimbing anak anak didik kami . Sekian dan
terima kasih wassalamualaikum wr wb” Beliau menutup pertemuan ini.
Sekarang hari Pertama aku mendampingi Nabil
bekerja, Semoga semuanya berjalan lancar. Aamiin ya Rabb. Bismillah!
“Abi, Umi, Syifa berangkat dulu” aku menghampiri
Abi dan Umi yg sedang asik berkebun
‘Iya, Hati hati’ mereka menyahut bersamaan.
“Abi, lihat deh anak Abi kok beda ya hari ini,
terlihat lebih cantik, rapih dan bersemangat” Umi menggoda Abi
‘Iya Umi, kan mau menemani seorang Da’I’ Abi
menambahkan
“’Astaghfirullah, Umi, Abi. Saya kan biasa seperti
ini setiap hari, jangan pada ngaco deh, udah mending Abi dan Umi lanjutin
berkebunnya berduaan.. Assalamualaikum wr wb”’
Aku segera kabur, Ya Allah… punya orang tua usil
banget sih. Tapi jadi kepikiran kata kata Umi, masa iya aku terlihat berbeda
kali ini gara gara Nabil? Inikan dandanan ku setiap hari. Baju Gamis yg
terlihat seperti daster lengkap dengan kaus tangan dan kaki, Jilbab besar, dan
tanpa make up dan parfum. Apa iya?? Astaghfirullah, Ya Allah Ampuni Hamba…
jauhkanlah pikiran semacam itu dari kepala hamba…
“Assalamualaikum” tiba tiba ucapan salam
membuyarkan lamunanku di persimpangan jalan menuju sekolah.
“Waalaikumsalam” jawabku, ternyata Nabil
“Mau berangkat ke sekolah?” tanyanya lembut
“Iya Akhi” jawabku singkat sambil menunduk
“Kalau begitu saya duluan ya” ia melanjutkan seraya
berlalu
Alhamdulillah, Kupikir ia akan mengajak jalan
bersamaan.
Tak banyak komunikasi langsung yg terjalin, karena
aku menghindari itu, sepertinya dia juga. Kami hanya berbicara seperlunya saja
seputar kegiatan di Sekolah. Saya bahkan tidak menanyakan Umur atau No Hp-nya,
seperti yg dilakukan staf lain dengan Da’I yg mereka bantu bahkan lebih jauh
tentang latar belakang mereka.
Hari Kedua, Semoga Abi dan Umi ga Usil lagi
gumamku!
“Abi, Umi. Syifa berang…kat” alangkah kagetnya aku
menemukan Abi, Umi, dan Nabil sedang berbincang-bincang di taman belakang.
“Syifa, Buatkan The untuk Abi dan nak Nabil ya”
Pinta Umi
“Iya Umi” aku beranjak ke dapur membuat teh, kenapa
ya kok pagi pagi Nabil sudah disini? Gumamku heran.
“ Kami sedang mengobrol dengan nak Nabil. Dia
kemari menanyakan seputar pengalaman Abi” Umi menjawab rasa penasaran yg
terbaca jelas di wajahku, oh ternyata karna itu, kupikir ada apa pagi pagi
sekali Nabil datang kerumah, memang sih Abi punya pengalaman yg banyak soal
berdakwah.
“Saya berangkat ya, Assalamualaikum” aku buru buru
menyela, Alhamdulillah, lolos!
“Syifa” Deg! Ya Allah kenapa Umi manggil lgi sih?
“Berangkatnya sama nak Nabil saja” Umi menyambung,
Ya Allah… Kuatkan Hamba.. Ada apa sih dengan Umi? Abi? Hhh…
“Iya Umi” Langkahkupun terhenti di halaman depan
menunggu Nabil muncul dari dalam rumah.
“Ayo berangkat” katanya mendahuluiku,
“Tunggu dulu, saya sedang menunggu seseorang”
kelitku, semoga ada siswa yg lewat biar kami jalan bertiga. Alhamdulillah ada
Faridh, anak kelas IX yg lewat di depan rumah. Buru buru aku memanggilnya dan
mengajaknya berangkat bersama kami. Sepanjang perjalanan kami mengobrol seputar
pengalaman masing masing dan kegiatan di sekolah. Rasanya sedikit tenang
mengobrol dengannya karna ada Faridh, meskipun begitu entah kenapa hati dan
pikiran ini berkecamuk ingin menanyakan banyak hal kepada Nabil, tpi aku
berusaha mengontrol diri dengan berdzikir.
Sama seperti kemarin kemarin, kami hanya
berkomunikasi seperlunya saja. Menemaninya mengajar, memenuhi kebutuhan sekolah
yg ia perlukan, membantunya jika kesulitan berkomunikasi dengan siswa. Tapi dia
cepat akrab rupanya dengan lingkungan termasuk para siswa. Caranya mengjarpun
luar biasa, tak pernah kulihat siswa seaktif ini dan cepat sekali memamhami materi
yg disampaikan, meskipun aku hanya staf biasa, tapi aku juga sering mengamati
gerka gerik siswa disini ketika mengantar keperluan guru ke kelas.
Keesokan harinya, Nabil datang lagi kerumah membawa
dua orang siswi. Umi memintaku menemani Rani dan Farah sementara mereka
mengobrol. Entah apa yg mereka obrolkan. Begitu mereka selesai kami berangkat
bersamaan lagi. Seperti biasa tak banyak yg kami bicarakan, sesekali kulihat
wajahnya ketika kami terdiam, Subhanallah, ternyata dri mulutnya terlihat jelas
dia mengucapkan Lafazd Dzikir. Aku buru buru berpaling dan beristighfar… Ya
Allah Kuatkan Hamba!
Entah mengapa aku semakin asik memandanginya
mengajar, Ya Rabbi… sesekali kami dan staf beserta Da’I yg lain ke kantin
bersama, hanya saja, tidak bercampur, akhwat dengan akhwat dan sebaliknya..
Hari ini dia mendapat tugas tambahan memberikan
materi tambahan kepada siswa kelas IX, mau tidak mau aku harus menemaninya…
perasaanku aneh dan aku tidak tau harus bersikap senang, sedih, biasa, atau
takut? Sepertinya aku harus bersikap takut, takut kepada Allah…
Setelah jam usai;
“Terima kasih, maaf sudah menyita waktu dan
merepotkan” katanya ketika kami melangkah keluar dari kelas
‘Tak apa, ini sudah tugas saya’ jawabku pelan
“Dan Maaf, Aku tidak bisa ikut mengantar, biar mereka
yg mengantarmu, kurasa itu lebih baik” katanya lagi seraya menunjuk Rani dan
Fara.
‘Ya, tidak apa apa, terima kasih, Assalamualaikum,
yuk Rani, Farah’ balasku seraya menggandeng tangan mereka, setidaknya aku bisa
lega, bisa tidak berada didekatnya, tapi kenapa dengan Rani dan Farah lagi?
Apakah mereka sudah seakrab itu? Wallahu a’lam.
Hari inipun Nabil datang, bahkan ia datang disore
hari sejak kemarin. Apa tidak ada kegiatannya di Aula sehingga Nabil rutin
sekali berkunjung? Apa yg Abi dan Umi obrolkan dengannya? Kenapa mereka
terlihat semakin dan sangat akrab? Masa iya selalu menanyakan pengalaman Abi
setiap hari kesini? Sampe bela belain ikut berkebun juga? Atau mungkin..???
jangan jangan…?? Dan segudang pertanyaan dan terkaan mencuat dari kepalaku,
Lekas lekas aku beristighfar… Ya Allah jauhkan Hamba dari berburuk sangka.
Matahari sudah mempakkan mega meganya, Nabil pun
bersalaman dan pamit.
“Syifa, Antar Nabil kedepan” Pinta Umi
Lagi! Untungnya cuma sampai depan. Tapi ini
kesempatan buatku untuk bertanya, tidak! Sanggupkah aku? Tidakkah itu Lancang?
Ya Allah… Sejenak otakku bekerja begitu cepat sampai terasa panas dan…
“Akhi, bo.. boleh bertanya seuatu?” aku bertanya
terbata
‘Ya, Silahkan’
“Maaf Sebelumnya, mungkin ini tidak layak saya
tanyakan karena terkesan ikut campur. Tapi sy benar benar penasaran. Sebenarnya
apa yg akhi bicarakan dengan Abi dan Umi?”
‘Aah, saya kira mau bertanya apa dengan muka tegang
begitu’ jawabnya dengan senyum simpul, aku lekas menunduk, sepertinya Syaitan
sudah bermain main karna entah kenapa ia terlihat… Subhanallah… Astaghfirullah…
aku tak layak melanjutkannya, sesungguhnya Pujian hanya untuk-Mu ya Rabb…
‘sy bertanya tentang pengalaman Abi dan Umi,
begitupun sebaliknya Ani dan Umi bertanya tentang pengalaman sy’ jawabnya
singkat
“Itu saja” Sambungku cepat penuh ingin tau, Maafkan
Hamba ya Rabb…
‘Tentu saja kami mebicarakan keadaan sekolah, desa,
dan kegiatan kegiatan yg ada sebelum saya datang’
“Terus?” dengan cepat kulanjutkan sebelum ia
berlalu
‘Terus… yaah itu saja, saya pamit Assalamualaikum’
“Waalaikumsalam” jawabannya yg terakhir jelas
seperti ada yg disembunyikan. Terlihat jelas dari raut wajah dan senyum yg
dipaksakan. Apa aku tanya Abi atau Umi? Aaah sebaiknya tidak usah, tidak baik
akhwat membicarakan ikhwan dihadapan orang tua, apalagi Umi kan suka ngasi
ngasi ‘Bumbu’ … tapi aku penasaran sekali… akhirnya kuputuskan mengubur rasa
penasaranku dan memilih diam.
Setelah Sholat ‘Isya aku mengerjakan tugas sekolah,
makan malam, lalu bersiap untuk tidur. Tiba tiba saja aku memikirkan Nabil.
Jujur, dia sosok laki laki Sholeh dimataku, laki laki yg diidamkan oleh wanita
sholehah. Meskipun tingkahnya misterius dan agak aneh. Tapi kekagumanku padanya
terus bertambah setiap hari… Seandainya saja.. Hmmm… Ya Rabbi… Astaghfirullah,
lekas ku buyarkan angan angan itu, aku beranjak dari lamunanku dan mengambil
air wudhu, lalu sholat dua rekaat dan tidur.
Astaghfirullah… Mimpi apa aku barusan? Menikah
dengan Nabil? Tanpa berlama lama aku langsung mengambil air wudhu dan Sholat
Tahajjud, kutenangkan hati dan pikiran dengan Dzikir dan Membaca Quran, setelah
itu aku berdoa;
“Ya Allah, jangan kau biarkan hamba mencintai
seseorang melebihi rasa cinta hamba kepada-Mu. Jika tiba saatnya hamba
merasakan cinta, maka cintakanlah hamba dengan seseorang yg mencintai-Mu
melebihi apapun. Agar ia dapat membimbingku semakin dekat dengan cinta-Mu.
Engkaulah satu satunya pemilik cinta yg Hakiki, Ya Allah Jauhkanlah hamba dari
tipu daya Syaitan yg samar tapi nyata menjerumuskan manusia dengan memperindah
maksiat”
Entah mengapa aku berdoa begini? Apakah karena
mimpi barusan? Atau karena aku masih meikirkan Nabil? Atau karena perasaan
kagumku yg salah kuartikan? Entahlah, aku berdoa semoga syaitan tidak ikut
andil dalam hal ini…
Hari kelima, Nabil tidak datang kerumah paginya,
aku juga tidak bertemu dengannya di sekolah, padahal teman temannya yg lain
datang. Sorenya dia juga tak datang kerumah. Ada apa? Lagi lagi aku dibuat
bingung, tapi untuk apa aku bingung? Kenapa harus memikirkannya? Sudahlah!
Malamnya aku terbangun lagi, dengan mimpi yg sama,
menikah dengan Nabil. Ada apa ini ya Allah… Tanpa pikir panjang kusucikan diri
dan kugelar sajadahku, akupun hanyut dalam dzikir dan tasbih.
Hari Keenam, dia tak datang kerumah maupun
kesekolah. Aku jadi sering memikirkannya, melamun sedikit saja pasti langsung
memikirkannya. Di sekolah aku berusaha mencari kesibukan setelah semua tugasku
selesai agar tidak melamun. Tapi semua sudah beres, benar benar tidak ada
pekerjaan. Akhirnya kuajak salah seorang staf untuk menemaniku sekedar ngobrol
dikantin, dan aku keceplosan bertanya soal Nabil yg tak pernah kelihatan dua
hari belakngan ini.
“Iya sedang sibuk di pesantren menggembleng santri
baru dan mengurus surat surat dan syarat syarat yg dibutuhkan nantinya”
jawabnya singkat, oh ternyata, kukira ada apa, perasaanku entah kenapa lega
mendengar semua ini,
“Oya, besok perpisahan, jangan lupa datang ya”
Temanku melanjutkan.
Deg! Deg! Kenapa aku merasa aneh mendengar kalimat
ini, seperti tidak mau, tidak siap, dan seketika aku sedih… ya Rabbi… kuatkan
hamba, jauhkan hamba dari godaan syaitan yg suka mempermainkan hati manusia
dengan bisikian bisikannya yg menjerumuskan…
Aku pulang dengan wajah tidak semangat…
“Kamu kenapa” sapa Abi,
‘Capek’ jawabku malas
“’Nabil kok gak kelihatan? Dia kemana aja?”’ susul
Umi dari belakang dengan khawatir seolah olah Nabil adalah anggotak keluarga
ini yg dikhawatirkan karna tidak muncul 2 hari saja…
Aku menjelaskan kepada Abi dan Umi apa yg
kuketahui, dan mereka langsung terlihat lega.
Aneh. Benar benar aneh. Semenjak Nabil datang, Abi
dan Umi jadi aneh, bahkan aku juga jadi aneh, dasar penular virus ‘aneh’
keluhku.
Malamnya aku tak lupa bersujud menenangkan diri,
berdzikir menghilangkan pikiran tentang Nabil yg terus menghantuiku. Dan
sepertinya itu tidak berhasil!
Aku bermimpi menikah dengan Nabil lagi. Lekas ku
berdzikir sekuat hati, mengambil air wudhu, shalat tahajjud dan istikharah.
Entah darimana datangnya air mata ini tiba tiba mengucur ketika memikirkan
perpisahan dengan Nabil, Ya Allah.. aku terus berdzikir sambil berdoa agar
Allah mengusir jauh jauh syiatan yg akan memprkeruh suasana hatiku.. tapi tidak
bisa, tetap saja aku semakin sedih dan gundah, setelah kuputusakan membaca Al
Quran, aku merasa tenang, berangsur rasa damai menyelusup dalam hati.. Ya Rabb,
Sungguh Al Quran adalah obat hati yg paling mujarab…
Sesaat aku termenung dan mengingat kata ustadzahku
dulu,
“Ketika Akhwat jatuh Cinta, hendaknya ia banyak
mengingat Allah dan berdoa dihindarkan dari godaan syaitan yg terkutuk, Perbanyak
Ibadah dan kegiatan positif untuk menyibukkan diri, jika perasaan itu terlalu
kuat, mintalah petunjuk kepada Allah, gelar sajadah dan dirikan istikharah.
lalu tulislah ungkapan perasaan pada secarik kertas, saat menulis luapkan
semuanya disana, emosi, perasaan dan pikiran. Dan jangan melupakan Allah pada
tulisan itu”
Semuanya sudah kulakukan, hanya satu yg belum,
menulis perasaanku pada secarik kertas..
~~**~~“Syair Cinta Dalam Istikharahku”~~**~~
Ya Allah, buanglah perasaan hamba dari Nabil jika
ia bukan calon imamku, aku ingin perasaan cintaku hanya untuk imamku, aku ingin
menjaga perasaan ini untuknya, perassan manusiawi yg secuil ini, perasaan
manusiawi yg Kau jadikan fitrah untuk setiap insan, aku ingin menjaga perasaan
ini agar tetap suci dan hanya untuk calon imamku saja.
ya Rabbi, dilubuk hatiku, aku berharap dia menjadi
imamku, tapi jika kehendakMu lain, maka kumohon segera lenyapkan perasaan ini,
aku tidak mau memiliki rasa cinta yg salah sasaran , jangan sampai perasaan ini
berlabuh pada bukan dermaganya, jangan sampai hamba teriris pada akhirnya
ketika ia mengkhitbah wanita lain.
Ya Rabbi, Cintakanlah Hamba pada orang yg
Mencintaimu melebihi Apapun, orang yg dapat membimbing hamba menuju Ridho dan
cintaMu yg Hakiki
Aamiin ya Rabb!
~~**~~**~~**~~
Paginya, aku buru buru berangkat ke sekolah tanpa
sempat merapihkan tempatku menulis semalam, semoga saja aku tidak terlambat,
“Abi , Umi, saya berangkat dulu”
‘Abimu sudah pergi ke Sekolah’ Umi Menyahut,
“Apa? Sekolah?” Aku kaget, kenapa Abi sudah disekolah
sepagi ini?
‘Kenapa buru buru begitu?’ Umi bertanya
“Ada perpisahan dengan para Da’I Umi”
‘Iya, Umi tau… ehmm bertemu untuk terakhir kalinya
dengan Nabil ya?’ Umi mulai mengusiliku,
“Umi, ini bukan waktunya becanda” aku sedikit kesal
‘weleh weleh, ga biasanya kamu langsung cemberut,
sudah bantu Umi angkat bunga dan pot yg ada didepan, Abahmu pergi ga ada yg
bantuin’
“Tapi Umi,,”
‘kamu tega ninggalin umi?’ Tampang Umi memelas tapi
memaksa,,hhhh
“Iya iya ,, Syifa bantuin” ketusku
‘Yg ikhlas lo ya’ Umi menegerku
Astaghfirullah, Maafkan dosa hamba yg sudah
bertabiat kurang baik dengan Umi, aku langsung mencium lutut Umi dan meminta
maaf, lekas kuselesaikan tugas dari Umi dan berangkat.
Semoga masih keburu Ya Allah…
Sampai disekolah jam 10, sepi, lengang, seperti tak
pernah ada acara apapun, Alhamdulillah, belum dimulai, pikirku… tapi aneh, kok
Abi tak terlihat ada disini?
Lalu aku bertanya pada seorang staf yg ada disana,
“Acaranya sudah selesai” jawabnya!
Ha? Aku merasa kecewa, sangat kecewa, sedih, mataku
hampir saja tak sanggup membendung air yg hendak keluar… aku berusaha
menegarkan diri, La Hawla wa laa quwwata illa billahil’aliyyil ‘Adzim,
sepanjang perjalan aku hanya berdzikir menenangkan diri. Abi satu satunya
harapanku, setidaknya aku bisa mendengar kabar Nabil dari Abi. Deg!
Astaghfirullah, kamar belum kubereskan, biasanya Umi yg memebreskannya kalau
aku lupa dan buru buru. Sekejap saja tubuhku lemas membayangkan kertast itu
bila ditemukan Umi dan diberikan pada Abi… kupercepat langkahku, beberapa kali
tersandung dan hampir terjatuh, aku sudah tidak memikirkan Nabil lagi, aku
sudah mengikhlaskannya, sudah ku kubur bersama kertas itu, tapi kertas itu!
“Assalamualaikum, aku pulang” suaraku terengah
engah dan tergopoh gopoh menuju kamar.
Tidak Ada! Kamarku sudah rapih, kakiku serasa
lumpuh, aku harus bagaimana? Kukumpulkan sisa sisa tenaga dan keberanian untuk
bertanya pada Umi, begitu keluar mereka duduk dengan serius di ruang keluarga,
tanpa pikir panjang akupun duduk berhadapan dengan mereka! Karna aku tau itu
juga yg mereka inginkan! Apakah aku kan dihakimi?
“Kamu pasti mencari ini kan?” Abi mengangkat
secarik kertas yg membuatku kehabisan tenaga memikirkannya, ternyata sudah
ditangan Abi.
‘Maaf Abi’ aku tertunduk menangis,
“Kenapa minta maaf?” Umi bertanya,
“Sekarang lekas buka laci yg ada di kamarmu” tambah
umi,
Ada apa disana, kulangkahkan kaki dengan berat,
rasanya seperti… menyeret beban yg sangat berat…
Kubuka laci, dan aku menemukan sebuah amplop,
kubuka perlahan dan kubaca isinya
~~**~~“Syair Cinta Dalam Istikharahku”~~**~~
Memandangi Wajahmu Mengundang Keindahan
Berbicara Denganmu Mengundang Kegembiraan
Mendengar Ceritamu Mengundang Kesenangan
Menelusuri Pribadimu Mengundang Ketakjuban
Tapi Cinta, Izinkan Aku Menunduk
Aku Takut Buta Jika Terlalu Lama Memandangmu
Aku Takut Bisu Jika Terlalu Lama Berbicara Denganmu
Aku Takut Tuli Jika Terbuai Indahnya Ceritamu
Aku Takut Tersesat Jika Berlebihan Mengagumimu
Aku Tau Kau Adalah Perhiasan Untukku
Aku Tau Kau Adalah Pelengkap Ragaku
Aku Tau Kau Adalah Rahmat Untukku
Dan Aku Tau Kau Adalah Penyempurna Agamaku
Tapi Cinta, Izinkan Aku Menunduk
Aku Tidak Mau Merusak Perhiasanku, Bagian Ragaku,
Rahmat Untukku, dan Terlebih Penyempurna Agamaku Jika Aku Tidak Menunduk!
Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba
Saat Kau Halal Untuk Kupandangi
Saat Berbicara Denganmu Menjadi Hikmah
Saat Mendengarmu Menjadi Tausyiah
Saat Mengagumimu Menjadi Tasykur Ilallah
Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba
Saat Kau Halal Menjadi Perhiasanku, Bagian Ragaku,
Rahmat Untukku, dan Penyempurna Agamaku
Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba
Saat Aku dan Kamu Mengarungi Jembatan Hidup Ini
Dengan Ridha Ilahi Menuju Tempat Keabadian yg Terindah! Ilaa Jannatullaah!
Muhammad Nabil
~~**~~**~~**~~
Bahagia yg sangat membuncah tak terkira melihat
nama Nabil di akhir bait Syair Cinta ini, tangisku berderai, terluapkan begitu
saja tak terbendung.
“Boleh Umi dan Abi masuk?” Kata Umi dari luar kamar
memecah tangisku, segera kuseka pipiku,
“I.. I iya umi, “ jawabku sesenggukan
“Ini Suratmu,” Abi menyodorkannya begitu saja
“Tiga hari lagi, Nabil akan datang melamarmu
bersama orang tuanya, apakah kamu akan menerimanya?”
‘Tentu saja Abi, emangnya Abi ga baca puisi
cintanya Syifa untuk Nabil?’ Umi memulai lagi,
Tapi kali ini aku senang mendengar keusilan Umi,
Bahagiaku semakin terasa ketika Abi bertanya demikian.. Tapi Aku masih tidak
percaya akan dilamar Nabil, kami tak pernah membicarakan keperibadian masing
masing, kenapa? Jangan jangan benar? Rutinnya Nabil kesini adalah untuk Ta’arruf?
Aku masih membisu, tak bisa berkata kata.
“A.. apakah Abi dan Umi merestui?” Tanyaku penuh
harap..
“Tentu saja” Senyum Abi dan Umi mengembang… Ya
Allah… Aku langsung sujud syukur… Terima kasih ya Allah… Alhamdulillah…
tangisku pecah lagi dalam sujudku… lalu aku berdiri dengan lututku, mencium
lutut mereka berdua… aku bangkit dari lututku dan kupeluk mereka erat dan
berkata dengan terisak
“I Iya, Syifa a akan me menerima lama rannya, ter
ima ka kasih Umi Aabi”
Kedua pundakku bergetar dan terasa basah, Abi dan
Umi menangis juga…
“Lo kok Abi dan Umi menangis juga” kataku sambil
menyeka air mata mereka,
“Kami Bahagia, Semoga Nabil adalah Imam yg tepat yg
Allah kirimkan untukmu” Abi dan Umi bersamaan mendoakan..
Aamiin … Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin …