Jakarta (SI Online) - Bukan hanya Gubernur DKI Jakarta Ahok yang harus
bertanggung jawab terhadap skandal pembelian lahan di RS Sumber Waras, Jakarta
Barat. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jan Darmadi (Jauw Fok
Joe) disebut-sebut ikut terseret dalam pusaran kasus pembelian lahan seluas
36.410 meter persegi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari Yayasan
Kesehatan Sumber Waras (YKSW) itu.
Heboh keterlibatan Jan Darmadi jadi
pembicaraan di kalangan terbatas pada Senin (31/8) malam. Pesan berantai berisi
link pemberitaan di salah satu media jadi penguat.
Pembelian lahan yang rencananya akan
digunakan Pemprov DKI untuk membangun rumah sakit khusus jantung dan kanker ini
memang belakangan menjadi sorotan. Audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
menyebut kasus ini terindikasi merugikan keuangan daerah minimal Rp191,33
miliar. Sementara Ketua Umum Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar),
Sugiyanto, menyebut kerugian Pemprov DKI senilai Rp800 miliar.
Nama Jan Darmadi dikaitkan sebagai
orang yang menandatangani surat penawaran penjualan tanah yang dikirim pihak
YKSW kepada Gubernur Ahok. Selain oleh Jan Darmadi, surat yang dikirim pada
tanggal 7 Juli 2014 itu juga ditandatangani Kartini Muljadi sebagai ketua
yayasan.
Kartini sendiri beberapa tahun lalu
tersangkut kasus suap pajak bersama Bahasyim. Kartini, yang saat itu dikenal
sebagai pendukung Presiden SBY, mengaku diperas. Sebaliknya, Bahasyim mengaku
disuap. Dalam sidang, jaksa hanya menghadirkan Bahasyim—yang akhirnya divonis
10 tahun.
Kartini adalah pendiri Grup Tempo
(The Tempo Group), salah satu raksasa farmasi di Tanah Air. Posisi ini membuat
Kartini, yang juga memiliki kantor hukum terkemuka di Ibu Kota, ditahbiskan
Forbes bertahun-tahun sebagai perempuan—sekaligus pengacara—terkaya di
Indonesia dengan kekayaan US$1,1 miliar (2014).
Isi surat intinya menjelaskan bahwa
tanah milik YKSW di Kiai Tapa seluas 36.410 akan dijual dengan harga permeter
Rp20,755 juta, sehingga harga keseluruhan kurang lebih Rp755,7 miliar.
Sehari setelah surat dikirim, atau
tanggal 8 Juli 2014, Ahok langsung merespon dengan membuat disposisi ke Bappeda
agar menganggarkan dana Rp755,7 miliar di APDBP 2014 untuk membayar tanah
tersebut. Total duit yang diminta Ahok sebesar yang diminta YKSW alias tanpa
penawaran.
Belum ada pernyataan dari Jan atas
situasi ini. Belum pula ada komentar dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras,
termasuk apakah hingga kini Jan masih tercatat sebagai ketua umum yayasan itu,
mengingat UU No.19/2006 tentang Wantimpres melarang rangkap jabatan sebagai
pimpinan yayasan.
Di sisi lain, tak ada informasi
sedikit pun tentang struktur dan pengurus yayasan di situs web RS Sumber Waras.
Yayasan itu sendiri juga tidak memiliki situs web yang dapat dibuka
publik.
Sementara di dalam LHP BPK atas
keuangan Pemprov DKI tahun 2014 nama Jan Darmadi sebenarnya tidak disebut
dengan pasti. BPK dalam salinan LHP hanya menyebut dua nama yang menandatangani
surat tersebut dengan inisial, yakni Sdr KM selaku ketua yayasan dan Sdr JD
yang menjabat Ketua Umum YKSW. Dua inisial nama ini tertulis dalam LHP pada
Buku III halaman 199.
Jika benar inisial JD merujuk nama
Jan Darmadi, maka dia adalah salah satu anggota Wantimpres Periode 2014-2019.
Dia dilantik Presiden Joko Widodo menjadi satu dari sembilan anggota Wantimpers
pada minggu ketiga Januari 2015 lalu.
Jan alias Apiang Jinggo dikenal
sebagai salah seorang sesepuh warga keturunan China di Jakarta. Maklum, Jan
adalah prototipe warga keturunan China yang sukses meramu keberhasilannya di
dua bidang sekaligus, baik ekonomi maupun politik.
Jan adalah pendiri salah satu
penguasa kawasan elit Mega Kuningan Jakarta, PT Jakarta Setiabudi Internasional
Tbk. Oom Jan—demikian sebagian orang menyapanya—juga punya portofolio sendiri,
termasuk bisnis judi di Petax 9, Copacabana Jakarta Theater, dan Lofte Fair
Hailai pada era 70-an.
Laiknya pengusaha besar lain, Jan
cenderung mendekat pada kekuasaan. Pada era tersebut, Jan dikenal dekat dengan
Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Pada 80-an, Jan juga merapat ke Pangkopkamtib
Laksamana Soedomo, salah seorang tokoh yang dikenal sebagai orang dekat Presiden
Soeharto.
Situs Wikipedia menyebut, bersama
Soedomo, Jan memimpin pelaksaan Porkas dan SDSB, program penggalangan dana
berhadiah dari pemerintah untuk membiayai olahraga. Program ini disetop pada
90-an setelah muncul demonstrasi mahasiswa, karena dinilai merusak moral dan
ekonomi warga.
Ketika bisnis togel berjaya, Jan
konon bisa menghasilkan Rp15-20 miliar dalam semalam sebelum akhirnya ditutup
oleh Kapolri Jenderal Sutanto pada tahun 2004.
Pada 2013, Ketua Umum Partai
Nasional Demokrat Surya Paloh mendapuk Jan untuk menduduki posisi ketua majelis
tinggi partai. Kini, karena ada ketentuan UU No.19/2006, posisi Jan digantikan
oleh Maxi Gunawan. Namun, media sempat mencatat Jan masih menghadiri sejumlah
acara partai.
Disebut pula bahwa Jan Darmadi bergabung
dengan Partai Nasdem pada tahun 2012 karena merasa cocok dengan Surya Paloh
yang beroposisi dengan SBY. SBY sendiri disebutkan sebagai sosok yang membuat
bisnis judi gulung tikar.
red: abu faza
sumber: Rmol.co/Bisnis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar