Translate

Kamis, 03 September 2015

Bukan Hanya Ahok, Skandal Sumber Waras Libatkan Anggota Wantimpres Jan Darmadi?



Jakarta (SI Online) - Bukan hanya Gubernur DKI Jakarta Ahok yang harus bertanggung jawab terhadap skandal pembelian lahan di RS Sumber Waras, Jakarta Barat. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jan Darmadi (Jauw Fok Joe) disebut-sebut ikut terseret dalam pusaran kasus pembelian lahan seluas 36.410 meter persegi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) itu. 

Heboh keterlibatan Jan Darmadi jadi pembicaraan di kalangan terbatas pada Senin (31/8) malam. Pesan berantai berisi link pemberitaan di salah satu media jadi penguat. 

Pembelian lahan yang rencananya akan digunakan Pemprov DKI untuk membangun rumah sakit khusus jantung dan kanker ini memang belakangan menjadi sorotan. Audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyebut kasus ini terindikasi merugikan keuangan daerah minimal Rp191,33 miliar. Sementara Ketua Umum Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, menyebut kerugian Pemprov DKI senilai Rp800 miliar.

Nama Jan Darmadi dikaitkan sebagai orang yang menandatangani surat penawaran penjualan tanah yang dikirim pihak YKSW kepada Gubernur Ahok. Selain oleh Jan Darmadi, surat yang dikirim pada tanggal 7 Juli 2014 itu juga ditandatangani Kartini Muljadi sebagai ketua yayasan. 

Kartini sendiri beberapa tahun lalu tersangkut kasus suap pajak bersama Bahasyim. Kartini, yang saat itu dikenal sebagai pendukung Presiden SBY, mengaku diperas. Sebaliknya, Bahasyim mengaku disuap. Dalam sidang, jaksa hanya menghadirkan Bahasyim—yang akhirnya divonis 10 tahun.

Kartini adalah pendiri Grup Tempo (The Tempo Group), salah satu raksasa farmasi di Tanah Air. Posisi ini membuat Kartini, yang juga memiliki kantor hukum terkemuka di Ibu Kota, ditahbiskan Forbes bertahun-tahun sebagai perempuan—sekaligus pengacara—terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$1,1 miliar (2014).

Isi surat intinya menjelaskan bahwa tanah milik YKSW di Kiai Tapa seluas 36.410 akan dijual dengan harga permeter Rp20,755 juta, sehingga harga keseluruhan kurang lebih Rp755,7 miliar. 

Sehari setelah surat dikirim, atau tanggal 8 Juli 2014, Ahok langsung merespon dengan membuat disposisi ke Bappeda agar menganggarkan dana Rp755,7 miliar di APDBP 2014 untuk membayar tanah tersebut. Total duit yang diminta Ahok sebesar yang diminta YKSW alias tanpa penawaran.

Belum ada pernyataan dari Jan atas situasi ini. Belum pula ada komentar dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras, termasuk apakah hingga kini Jan masih tercatat sebagai ketua umum yayasan itu, mengingat UU No.19/2006 tentang Wantimpres melarang rangkap jabatan sebagai pimpinan yayasan.

Di sisi lain, tak ada informasi sedikit pun tentang struktur dan pengurus yayasan di situs web RS Sumber Waras. Yayasan itu sendiri juga tidak memiliki situs web yang dapat dibuka publik. 

Sementara di dalam LHP BPK atas keuangan Pemprov DKI tahun 2014 nama Jan Darmadi sebenarnya tidak disebut dengan pasti. BPK dalam salinan LHP hanya menyebut dua nama yang menandatangani surat tersebut dengan inisial, yakni Sdr KM selaku ketua yayasan dan Sdr JD yang menjabat Ketua Umum YKSW. Dua inisial nama ini tertulis dalam LHP pada Buku III halaman 199.

Jika benar inisial JD merujuk nama Jan Darmadi, maka dia adalah salah satu anggota Wantimpres Periode 2014-2019. Dia dilantik Presiden Joko Widodo menjadi satu dari sembilan anggota Wantimpers pada minggu ketiga Januari 2015 lalu. 

Jan alias Apiang Jinggo dikenal sebagai salah seorang sesepuh warga keturunan China di Jakarta. Maklum, Jan adalah prototipe warga keturunan China yang sukses meramu keberhasilannya di dua bidang sekaligus, baik ekonomi maupun politik.

Jan adalah pendiri salah satu penguasa kawasan elit Mega Kuningan Jakarta, PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk. Oom Jan—demikian sebagian orang menyapanya—juga punya portofolio sendiri, termasuk bisnis judi di Petax 9, Copacabana Jakarta Theater, dan Lofte Fair Hailai pada era 70-an.

Laiknya pengusaha besar lain, Jan cenderung mendekat pada kekuasaan. Pada era tersebut, Jan dikenal dekat dengan Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Pada 80-an, Jan juga merapat ke Pangkopkamtib Laksamana Soedomo, salah seorang tokoh yang dikenal sebagai orang dekat Presiden Soeharto.

Situs Wikipedia menyebut, bersama Soedomo, Jan memimpin pelaksaan Porkas dan SDSB, program penggalangan dana berhadiah dari pemerintah untuk membiayai olahraga. Program ini disetop pada 90-an setelah muncul demonstrasi mahasiswa, karena dinilai merusak moral dan ekonomi warga. 

Ketika bisnis togel berjaya, Jan konon bisa menghasilkan Rp15-20 miliar dalam semalam sebelum akhirnya ditutup oleh Kapolri Jenderal Sutanto pada tahun 2004.

Pada 2013, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh mendapuk Jan untuk menduduki posisi ketua majelis tinggi partai. Kini, karena ada ketentuan UU No.19/2006, posisi Jan digantikan oleh Maxi Gunawan. Namun, media sempat mencatat Jan masih menghadiri sejumlah acara partai.

Disebut pula bahwa Jan Darmadi bergabung dengan Partai Nasdem pada tahun 2012 karena merasa cocok dengan Surya Paloh yang beroposisi dengan SBY. SBY sendiri disebutkan sebagai sosok yang membuat bisnis judi gulung tikar.

red: abu faza
sumber: Rmol.co/Bisnis.com

http://www.suara-islam.com/read/index/15343

Tidak ada komentar:

Posting Komentar