Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal
Mabes Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan ia sangat yakin kasus
pengadaan crane di PT Pelindo II sarat rasuah. "Saya jamin 100 persen,
bahkan 1.000 persen, terjadi korupsi," kata Komjen Buwas, sapaan akrabnya,
dalam wawancara khusus di kantornya, Jumat, 4 September 2015.
Menurut Komjen Buwas,
kasus dugaan korupsi pengadaan crane di instansi yang dinakhodai oleh Richard
Joost Lino itu tidak sesederhana yang dibayangkan oleh publik. Buwas menegaskan
kasus dugaan korupsi mobil crane bisa merembet ke persoalan dugaan korupsi lain
yang nilainya jauh lebih besar. "Kasus sampingannya lebih spektakuler
lagi, nilainya bisa triliunan."
Penyidik Bareskrim menggeledah kantor PT Pelindo II di Tanjung Priok, Jumat, 28 Agustus 2015. Penyidik juga menggeledah ruangan Direktur Utama R.J. Lino di gedung IPC untuk mencari bukti penyelewengan pengadaan crane. Dari hasil penggeledahan, penyidik mengangkut 26 bundel dokumen, di antaranya audit internal dan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terkait laporan kinerja Lino.
Penyidik Bareskrim juga menyegel satu unit harbour mobile crane (HMC) milik PT Pelindo II/IPC yang dioperasikan di Dermaga 002, Tanjung Priok. Sepuluh crane yang dibeli oleh PT Pelindo II itu seharusnya disebar ke delapan pelabuhan, yakni Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Banten, Panjang, dan Pontianak. Namun hingga kini crane dan simulatornya dibiarkan menganggur.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Edison Simanjuntak mengatakan penyelewengan pengadaan crane itu sangat jelas. "Barang yang tidak dibutuhkan kenapa dibeli?" kata Victor. Sejak dibeli pada 2013 mobil-mobil crane tersebut tak pernah digunakan. "Kalau pembeliannya wajar, harusnya dipakai, kan?" Akibat dugaan korupsi ini, penyidik memperkirakan negara merugi Rp 54 miliar.
Saat penggeledahan itu, Lino mengklaim tak ada yang salah dalam pengadaan sepuluh mobilcrane yang kini teronggok di Pelabuhan Tanjung Priok. Pengadaan itu, menurut Lino, hanyalah investasi kecil untuk investasi yang lebih besar. Proses pengadaan crane pun telah melalui proses lelang dan audit Badan Pemeriksa Keuangan. Sehingga ia mengaku terkejut dengan adanya penggeledahan dari Bareskrim.
Penggeledahan penyidik Bareskrim di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, membikin heboh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menelepon Buwas untuk meminta penjelasan. "Saya telepon waktu saya di Seoul (Korea Selatan), apa yang terjadi dan dijelaskanlah apa yang terjadi," kata Wapres Kalla di kantornya di Jakarta, Kamis, 3 September 2015.
Kalla menyampaikan kepada Buwas, yang saat itu masih Kepala Bareskrim, bahwa sesuai instruksi Presiden Jokowi, kasus dugaan korupsi yang menimpa korporasi tidak bisa langsung dipidanakan. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang memuat pengaturan larangan penyalahgunaan wewenang sehingga badan atau pejabat pemerintahan bertindak sesuai dengan batas kewenangannya.
"Saya bilang kepada dia (Budi Waseso) bahwa kalau kebijakan korporasi, ya jangan dipidanakan. Itu prinsip yang telah kita pakai dan sesuai dengan aturan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan," kata Jusuf Kalla di kantornya, Kamis, 3 September 2015. "Itu instruksi Presiden lho ya di depan semua kapolda. Kalau ada orang diselidiki, jangan di-expose sampai dengan orang itu terbukti (bersalah)."
Komjen Buwas mengakui adanya telepon Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta dia tak mempidanakan pada kebijakan BUMN. "Saya bilang penegakan hukum adalah penegakan hukum. Apa yang saya lakukan justru menyelamatkan uang negara. Masak dibiarkan dengan alasan BUMN. Saya minta Pak JK membiarkan kasus ini berjalan. Saya akan awasi kasus ini, Bapak akan awasi saya."
Sehari sebelum pencopotannya sebagai Kepala Bareskrim, Komjen Buwas memastikan bahwa penyidik Kepolisian sudah menetapkan satu tersangka dalam kasus itu. "Iya, baru satu itu, tersangkanya berinisal FN," kata Buwas di Bareskrim, Kamis, 3 September 2015. Buwas juga membenarkan FN yang dimaksud adalah Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II Ferialdy Nurlan. "Itu kamu lebih tahu."
Penyidik menduga Ferialdy meneken dokumen kontrak kerja pengadaan crane. Perencanaan proyek itu terbukti tidak sesuai kebutuhan dan ada penggelembungan harga. Dengan ditetapkannya satu tersangka, pemeriksaan saksi dan pengumpulan barang bukti terus dilakukan. "Hari ini ada dua tim yang diturunkan untuk memeriksa pelabuhan di daerah," ucap Buwas ketika itu.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mencopot Komjen Buwas dari jabatannya sebagai Kepala Bareskrim, Jumat, 4 September 2015. Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Anang Iskandar akan diangkat menjadi Kepala Bareskrim. Sebaliknya, Komjen Budi Waseso akan menjadi kepala BNN. Badrodin mengatakan pergantian jabatan untuk perwira tinggi adalah hal yang wajar.
Saat diwawancarai Tempo, Jumat, 4 September 2015, Komjen Buwas membantah pencopotannya terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan crane milik PT Pelindo. "Saya tipe orang yang tidak pernah menghubung-hubungkan permasalahan ini dengan itu. Bagi saya, yang penting bekerja dengan baik dan sesuai dengan aturan. Segala pekerjaan pasti ada konsekuensinya."
Penyidik Bareskrim menggeledah kantor PT Pelindo II di Tanjung Priok, Jumat, 28 Agustus 2015. Penyidik juga menggeledah ruangan Direktur Utama R.J. Lino di gedung IPC untuk mencari bukti penyelewengan pengadaan crane. Dari hasil penggeledahan, penyidik mengangkut 26 bundel dokumen, di antaranya audit internal dan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terkait laporan kinerja Lino.
Penyidik Bareskrim juga menyegel satu unit harbour mobile crane (HMC) milik PT Pelindo II/IPC yang dioperasikan di Dermaga 002, Tanjung Priok. Sepuluh crane yang dibeli oleh PT Pelindo II itu seharusnya disebar ke delapan pelabuhan, yakni Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Banten, Panjang, dan Pontianak. Namun hingga kini crane dan simulatornya dibiarkan menganggur.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Edison Simanjuntak mengatakan penyelewengan pengadaan crane itu sangat jelas. "Barang yang tidak dibutuhkan kenapa dibeli?" kata Victor. Sejak dibeli pada 2013 mobil-mobil crane tersebut tak pernah digunakan. "Kalau pembeliannya wajar, harusnya dipakai, kan?" Akibat dugaan korupsi ini, penyidik memperkirakan negara merugi Rp 54 miliar.
Saat penggeledahan itu, Lino mengklaim tak ada yang salah dalam pengadaan sepuluh mobilcrane yang kini teronggok di Pelabuhan Tanjung Priok. Pengadaan itu, menurut Lino, hanyalah investasi kecil untuk investasi yang lebih besar. Proses pengadaan crane pun telah melalui proses lelang dan audit Badan Pemeriksa Keuangan. Sehingga ia mengaku terkejut dengan adanya penggeledahan dari Bareskrim.
Penggeledahan penyidik Bareskrim di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, membikin heboh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menelepon Buwas untuk meminta penjelasan. "Saya telepon waktu saya di Seoul (Korea Selatan), apa yang terjadi dan dijelaskanlah apa yang terjadi," kata Wapres Kalla di kantornya di Jakarta, Kamis, 3 September 2015.
Kalla menyampaikan kepada Buwas, yang saat itu masih Kepala Bareskrim, bahwa sesuai instruksi Presiden Jokowi, kasus dugaan korupsi yang menimpa korporasi tidak bisa langsung dipidanakan. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang memuat pengaturan larangan penyalahgunaan wewenang sehingga badan atau pejabat pemerintahan bertindak sesuai dengan batas kewenangannya.
"Saya bilang kepada dia (Budi Waseso) bahwa kalau kebijakan korporasi, ya jangan dipidanakan. Itu prinsip yang telah kita pakai dan sesuai dengan aturan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan," kata Jusuf Kalla di kantornya, Kamis, 3 September 2015. "Itu instruksi Presiden lho ya di depan semua kapolda. Kalau ada orang diselidiki, jangan di-expose sampai dengan orang itu terbukti (bersalah)."
Komjen Buwas mengakui adanya telepon Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta dia tak mempidanakan pada kebijakan BUMN. "Saya bilang penegakan hukum adalah penegakan hukum. Apa yang saya lakukan justru menyelamatkan uang negara. Masak dibiarkan dengan alasan BUMN. Saya minta Pak JK membiarkan kasus ini berjalan. Saya akan awasi kasus ini, Bapak akan awasi saya."
Sehari sebelum pencopotannya sebagai Kepala Bareskrim, Komjen Buwas memastikan bahwa penyidik Kepolisian sudah menetapkan satu tersangka dalam kasus itu. "Iya, baru satu itu, tersangkanya berinisal FN," kata Buwas di Bareskrim, Kamis, 3 September 2015. Buwas juga membenarkan FN yang dimaksud adalah Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II Ferialdy Nurlan. "Itu kamu lebih tahu."
Penyidik menduga Ferialdy meneken dokumen kontrak kerja pengadaan crane. Perencanaan proyek itu terbukti tidak sesuai kebutuhan dan ada penggelembungan harga. Dengan ditetapkannya satu tersangka, pemeriksaan saksi dan pengumpulan barang bukti terus dilakukan. "Hari ini ada dua tim yang diturunkan untuk memeriksa pelabuhan di daerah," ucap Buwas ketika itu.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mencopot Komjen Buwas dari jabatannya sebagai Kepala Bareskrim, Jumat, 4 September 2015. Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Anang Iskandar akan diangkat menjadi Kepala Bareskrim. Sebaliknya, Komjen Budi Waseso akan menjadi kepala BNN. Badrodin mengatakan pergantian jabatan untuk perwira tinggi adalah hal yang wajar.
Saat diwawancarai Tempo, Jumat, 4 September 2015, Komjen Buwas membantah pencopotannya terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan crane milik PT Pelindo. "Saya tipe orang yang tidak pernah menghubung-hubungkan permasalahan ini dengan itu. Bagi saya, yang penting bekerja dengan baik dan sesuai dengan aturan. Segala pekerjaan pasti ada konsekuensinya."
http://segalaberita.com/index.php/news/politik-hukum/3413-buwas-skandal-crane-pelindo-seribu-persen-korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar